Sunday, May 16, 2010

Meneror Presiden

Foto : Kitten (The Jump.net)

Oleh : Kaka Suminta
Menjelang pemilu tahun lalu secara terbuka Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (Sby) dalam siaran persnya menyebutkan bahwa dirinya menjadi sasaran rencana pembunuhan politik (politic assasination) lengkap dengan mempertunjukan foto-foto latihan menembak dengan sasaran foto Sby. Informasi itu menurut Presiden didapat dari inteljen. Bahkan Sby mengaitkan rencana pembunuhan itu dengan suasana politik menjelang pemilu dan pemilu presiden yang akan dialaksanakan. Tak pelak publik pun berspekulasi siapa berada di balik rencana pembunuhan politik itu.

Banyak pihak menyayangkan pernyataan presiden waktu itu, mereka menilai presiden terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan dan menyampaikan informasi yang tidak seharusnya disampaikan kepada publik. Bahkan banyak yang menyanggah informasi tadi, karena foto-foto yang disampaikan presiden lebih mirip foto yang dikaitkan dengan latihan-latihan kelompok tertentu di daerah Poso saat terjadi kerusuhan, sementara presiden lebih mengaitkanya dengan suasana politik menjelang pemilu, bukan dikaitkan dengan gerakan teroris atau kerusuhan di Poso yang banyak bertali temali dengan gerakan terorisme di Indonesia.


Kita pahami bahwa saat itu nama-nama utama teroris di Indonesia masih berkeliaran di dunia bebas, dan belum muncul sinyalemen bahwa kelompok teroris yang berbasiskan idiologi fundamentalisme merubah pola penyerangan dari peledakan bom menjadi pembunuhan pada pihak-pihak tertentu, sebagaimana yang dilansir polisi bahwa setelah ditinggalkan oleh para petingginya seperti Dr Azhari dan Nurdin M Top, melalu deklarasi Aceh barulah ada pergeseran pola penyerangan tadi, salah satu alasanya adalah karena semakin sulitnya mereka mendapatkan bahan-bahan untuk membuat dan membawa bahan peledak.

Kini polisi menyampaikan informasi tentang adanya perubahan serangan teror di Indonesia dengan sasaran yang disebut sebagai pembunuhan mematikan kepada presiden dan para pejabat tinggi di Indonesia, secara eksplisit disebutkan presiden dan petinggi polisi. Dasar dari pernyataan polisi adalah karena saat ini teroris menilai bahwa sasaran tadi adalah musuh mereka karena terjadinya pembunuhan dan penangkapan terhadap para petinggi mereka. Secara telak pernyataan ini merupakan teror terhadap presiden. Bahkan disebutkan rencana penyeranganya adalah pada tanggal 17 Agustus mendatang, sebuah pernyataan yang juga menimbulkan spekulasi, karena untuk melakukan penyerangan terbuka  demikian hanya ada dua kemungkinan, pertama teroris sudah sedemikian kuat atau memang menggunakan jurus nekat atau frustasi.

Kemungkinan pertama, yakni para teroris telah merasa sedemikian kuat sehingga akan mampu untuk melakukan serangan terbuka terhadap presiden dan sasaran-sasaran lainya, ini sangat sulit dipahami, karena dari beberapa penggerebekan dan penembakan yang dilakukan polisi, dengan tewasnya beberapa nama utama teroris, seharusnya sudah dapat mempersempit ruang gerak dan kekuatan mereka. Dengan sistem keamanan yang cukup solid polisi, aparat bersenjata dan inteljen seharunya mampu untuk semakin membuat teroris sulit bergerak dan berkembang dengan pola yang didesain untuk melakukan penyerangan terbuka demikian.

Sementara untuk spekulasi kedua, yakni penyerangan terbuka dilakukan karena meraka nekat dan kehilangan kontrol juga menjadi kecil kemungkinanya, karena dengan pengalaman yang dimiliki, seharusnya mereka semakin mampu untuk beradaptasi dengan kondisi keamanan di Indonesia termasuk memanfaatkan lubang-lunagn keamanan yang ada. Sehingga pilihan untuk melakukan serangan terbuka terhadap presiden seperti yang dilakukan di Mumbai adalah pilihan yang sangat tidak masuk akal. Karena yang haris diingat, bahwa jika penyerangan kepada kepela negara apalagi dilakukan pada perayaan 17 Agustus, maka kekuasa penagaman akan sudah berlipat-lipat dengan seluruh kekuatan angkatan bersenjata saat itu dengan inteljen yang juga akan melakukan sterilisasi maksimal, kecuali jika kita ingin mengatakan bahwa seluruh sistem keamanan kenegaraan kita dilakuak secara amatiran.

Kembali kepada penyebutan sasaran terhadap Presiden Sby, kita tidak bisa melepaskanya dari psikologi kepemimpinan presiden Sby yang akan sangat sensitif terkait dengan masalah keselamatan dirinya sebagaimana yang kita tangkap dalam beberapa pernyataan yang memperlihatkan kepekaan yang cukup tinggi terkait dirinya, termasuk penyampaian informasi adanya para meneteri yang membelot serta rencana penyeranagn dirinya menjelang pemilu lalu. Dengan kondisi psikologi ini nampaknya ada pihak-pihak yang memanfaatkanya untuk kepentingan tertentu. Kebetulan munculnya penyerangan dan penembakan terduga teroris terjadi berbarengan dengan kasus perseteruan Susno Juadi dengan para petinggi Polri yang puncaknya adalah penahan Susno atas tudingan penerimaan suap.

Walaupun pihak kepolisian membantah isu adanya pembelokan isu, tetapi apa yang diperlihatkan hari-hari ini sulit untuk membenarkan argumentasi polisi. Bahkan penyerangan dan penembakan terhadap lima terduga teroris di tempat ramai semakin memperkuat show off dari tindakan anti teror itu sebagai pengalihan isu. Lebih labih lagi dengan informasi tentang rencana serangan yang dilakukan kepada presiden semakin memperkuat dugaan bahwa polisi menggunakan psikologi kepemimpinan presiden yang akan sensitif jika berkaitan dengan penyerangan terhadap dirinya, seperti juga yang diperlihatkan dalam beberapa kejadian termasuk pasca penyergapan di Pamulang beberapa waktu lalu.

Kita tidak ingin mengecilkan isu terorisme yang memang telah terbukti ada seperti pada penyerangan bom di Bali dan beberapa kali peristiwa bom di Jakarta, tetapi kita juga tidak boleh terjebak pada pola pengamanan yang justeru menyuburkan terorisme di Indonesia dengan adanya pemanfaatan isu terorisme apalagi dengan isu penyerangan terhadap presiden Sby dan para petinggi negara jika informasi itu tidak valid. Karena upaya kelompok-kelompok tertentu untuk melakukan instabilitas akan selalu ada, permasalahnya jika sistem pengamanan negara cukup solid maka potensi dan keberanian untuk melakukans erangan terbuka itu akan bisa dieleminir. Tetapi blow up penyerangan yang didasarkan pada informasi yang salah justeru akan membuka  sistem keamanan dan inteljen yang akan mudah dibaca dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin melakukan kekacauan tadi. 

No comments:

Post a Comment